Sebuah
cerita menarik kiriman Whats App dari seorang rekan :
Seorang ayah ingin mengajarkan
kepada anaknya sejak dini, ia baru duduk dikelas 3 SD. untuk mengatur uang
jajannya...
Sang anak diberi uang Rp. 30.000 perminggu (termasuk ongkos ojek). Biasanya uang tersebut diberikan sang ayah sehari sebelum anaknya masuk sekolah...
Sang anak diberi uang Rp. 30.000 perminggu (termasuk ongkos ojek). Biasanya uang tersebut diberikan sang ayah sehari sebelum anaknya masuk sekolah...
Pada minggu pagi mereka berdua
hendak jalan-jalan ke kota untuk menikmati liburan. Sebelum berangkat., tak
lupa sang ayah memberikan uang jajan mingguan anaknya dengan tiga lembar uang
Rp 10.000. Dan uang tersebut disimpan rapi dalam saku celananya...
Ditengah
keasyikan sang ayah & anaknya menikmati hari libur mereka.., tiba-tiba
keduanya dikejutkan dengan kedatangan seorang kakek pengemis yang telah tua
renta sambil memelas...
Tak tega melihat sang kakek tua
yang memelas itu., sang anak dengan sigap langsung mengeluarkan 3 lembar uang
10.000,- dari saku celana & diberikan seluruhnya...
Kontan saja kakek pengemis ini
terlihat sangat senang seraya mengucapkan rasa syukur & terimakasih yang
tak terkira kepada sang anak & ayahnya ini...
Setelah si kakek tua berlalu..,
Sang ayah bertanya ;
“Sayang.., kenapa kamu berikan semua uangmu untuk kakek itu..??? Bukankah satu lembar saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hingga nanti malam..???”
“Sayang.., kenapa kamu berikan semua uangmu untuk kakek itu..??? Bukankah satu lembar saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hingga nanti malam..???”
“Ayaaah.. kalau kakek tua itu
ikhlas menerima yang sedikit, maka aku ikhlas untuk memberikan yang lebih
besar!” Jawab anaknya dengan wajah tersenyum...
Deegg ...!!!” Hati sang ayah
langsung tersentak kaget mendengar jawaban tersebut.
“Nah..! terus uang jajanmu untuk seminggu ke depan bagaimana..?” Tanya sang ayah mencoba mengujinya.
“Nah..! terus uang jajanmu untuk seminggu ke depan bagaimana..?” Tanya sang ayah mencoba mengujinya.
“ Aku kan masih punya ayah &
bunda..!!! Tidak seperti kakek tua itu yang mungkin hanya hidup sebatangkara di
dunia ini..!” Balas anaknya...
“ Kenapa kamu begitu yakin kalau
ayah & bunda akan mengganti uang jajanmu..? Ayah nggak janji loh..!?”
Kembali sang ayah mengujinya...
“Kalau ayah merasa bahwa aku
adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada ayah & bunda.., maka aku
sangat yakin ayah & bunda tak akan membiarkan aku kelaparan seperti kakek
tua itu...” Jawab sang anak mantap...
Seakan sang ayah tak percaya
dengan jawaban dari putranya hingga ia kehabisan kata-kata... Ia tak menyangka
jawaban seperti itu keluar dari seorang bocah kelas 3 SD. Ia seperti sedang
berhadapan dengan seorang ulama besar & ia tak bernilai apa-apa ketika berada
di hadapannya..!
MASYA ALLAH...
MASYA ALLAH...
Lalu... ia berjongkok &
memegang kedua pundak buah hatinya itu...
“Sayang… ayah & bunda janji akan selalu menjaga & merawatmu hingga Allah Ta'ala tetapkan batas umur ini... Ayah sangat sayang padamu naak..” Sambil kedua matanya berkaca-kaca seolah tak kuat menahan haru...
“Sayang… ayah & bunda janji akan selalu menjaga & merawatmu hingga Allah Ta'ala tetapkan batas umur ini... Ayah sangat sayang padamu naak..” Sambil kedua matanya berkaca-kaca seolah tak kuat menahan haru...
Sambil memegang kedua
pipi ayahnya, sang anak pun membalas, “Ayah tak perlu berkata seperti itu...
Sejak dulu aku sudah tahu bahwa ayah & bunda sangat mencintai &
menyayangiku...!
Kelak jika
aku sudah dewasa aku akan selalu menjaga ayah & bunda...! & aku tidak
akan membiarkan ayah & bunda hidup dijalanan seperti kakek tua itu..!!!”
Dan
airmata sang ayah pun tak terbendung mendengar jawaban tulus dari anaknya
itu... Dipeluklah tubuh mungil itu dengan sangat erat... & keduanya larut
dalam haru & sayang...
Kapankah
kurikulum kita bisa menghasilkan mental anak yang seperti ini???
Semoga kita terinspirasi dari cuplikan kisah ini, & bermanfaat bagi kita semua.
Amiin Yaa Rabbal Alamin.
Semoga kita terinspirasi dari cuplikan kisah ini, & bermanfaat bagi kita semua.
Amiin Yaa Rabbal Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar